Get Gifs at CodemySpace.com

Senin, 28 November 2011

INFEKSI NOSOKOMIAL


BAB I
PENDAHULUAN
§  LATAR BELAKANG
Sekarang ini hampir pelayanan kesehatan di Indonesia melupakan tentang bahaya infeksi nosokomial yang merupakan infeksi yang terjadi di Rumah Sakit di Indonesia. Padahal infeksi ini sangat rawan terjadi terutama pada pasien yang dirawat di rumah sakit.
Resiko infeksi nosokomial selain terjadi pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit, dapat juga terjadi pada para petugas Rumah Sakit tersebut. Infeksi petugas sangat berpengaruh pada mutu pelayanan karena petugas menjadi sakit sehingga tidak dapat melayani pasien.
Klien yang berada dalam lingkungan perawatan kesehatan dapat berisiko tinggi mendapatkan infeksi. Infeksi nosokomial diakibatkan oleh pemberian layanan kesehatan dalam fasilitas perawatan kesehatan. Rumah sakit merupakan satu dari tempat yang paling mungkin mendapat infeksi karena mengandung populasi mikroorganisme yang tinggi dengan jenis virulen yang mungkin resisten terhadap antibiotika.
Unit Perawatan Intensif (UPI) merupakan salah satu area yang berada dalam lingkungan yang berisiko tinggi terhadap infeksi nosokomial. Sayangnya kebanyakan infeksi nosokomial ditularkan oleh pemberian pelayanan kesehatan.
Infeksi iatrogenik adalah jenis infeksi nosokomial yang diakibatkan oleh prosedur diagnostik atau teurapetik. Infeksi traktus uranius yang terjadi setelah insersi kateter merupakan contoh infeksi nosokomial iatrogenik. Insiden infeksi nosokomial dapat diturunkan jika perawat menggunakan pemikiran yang kristis pada saat mempraktikkan teknik aseptik.
Perawat harus selalu mempertimbangkan resiko klien terkena infesi dan mengantisipasi bagaimana pendekatan perawatan dan meningkatkan atau menurunkan kemungkinan penularan infeksi. Pengetahuan tentang pencegahan infeksi sangat penting untuk petugas Rumah Sakit dan sarana kesehatan lainnya merupakan sarana umum yang rawan untuk terjadi infeksi.
Cara penanggulangan dalam penularan infeksi di Rumah Sakit, dan upaya pencegahan infeksi adalah hal yang harus diperhatikan dalam mengatasi infeksi nosokomial. Usaha perawat untuk meminimalkan serangan dan penyebaran infeksi didasarkan pada prinsip teknik aseptik. Asepsis berarti tidak adanya patogen penyebab penyakit.
Namun selain itu, alat medis yang menjadi salah satu faktor penting yang sangat berpengaruh dalam penularan infeksi tersebut. Untuk itu dalam makalah ini akan dibahas pengaruh alat medis terhadap penyebaran infeksi nosokomial. Untuk seorang petugas kesehatan, kemampuan dalam penggunaan alat medis memiliki keterkaitan yang tinggi dengan pekerjaan, karena mencakup setiap aspek penanganan pasien, sehingga petugas harus sangat berhati-hati dalam penggunaannya.
Teknik aseptik adalah usaha mempertahankan klien sedapat mungkin bebas dari mikroorganisme, yaitu tindakan yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan. Istilah ini dipakai untuk menggambarkan semua usaha yang dilakukan untuk mencegah msuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan besar akan mengakibatkan infeksi.
Tujuan akhirnya adalah mengurangi atau menghilangkan jumlah mikroorganisme, baik pada permukaan benda hidup maupun benda mati agar alat-alat kesehatan dapat dengn aman digunakan
§  Definisi
Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik.
Kata nosokomial berasal dari kata dalam bahasa yunani Nosokomien yang artinya rumah sakit atau tempat perawatan. Kata itu sendiri berasal dari Norus artinya penyakit, komeion berarti merawat. Nosokomial diartikan segala sesuatu yang berasal atau berhubungan dengan rumah sakit atau tempat perawatan.
‘Infeksi nosokomial’ adalah infeksi yang terdapat dalam sarana kesehatan. Sebetulnya rumah sakit memang sumber penyakit. Di negara maju pun, infeksi yang didapat dalam rumah sakit terjadi dengan angka yang cukup tinggi. Misalnya, di AS, ada 20.000 kematian setiap tahun akibat infeksi nosokomial. Di seluruh dunia, 10 persen pasien rawat inap di rumah sakit mengalami infeksi yang baru selama dirawat – 1,4 juta infeksi setiap tahun. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa 9,8 persen pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat.
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang berasal dari fasilitas kesehatan, misalnya infeksi yang terjadi pada pasien rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya yang tidak tidak sedang dalam masa inubasi waktu penderita pulang kerumah dan juga infeksi pada petugas tempat perawatan tersebut yang penularannya terjadi dirumah sakit juga atau dapat diartikan sebagai infeksi yang terjadi dirumah sakit atau dalam sistem pelayanan kesehatan yang berasal dari proses penyebaran disumber pelayanan kesehatan, baik melalui :
1.      Pasien
Pasien merupakan unsur pertama yang dapat menyebarkan infeksi kepada pasien lainnya, petugas kesehatan, pengunjung, atau benda dan alat kesehatan yang lainnya.
2.      Petugas kesehatan
Petugas kesehatan dapat menyebarkan infeksi melalui kontak langsung yang dapat menularkan berbagai kuman ke tempat lain.
3.      Pengunjung
Pengunjung dapat menyebarkan infeksi yang didapat dari luar ke dalam lingkungan rumah sakit, atau sebaliknya yang dapat dari dalam rumah sakit keluar rumah sakit.
4.      Sumber Lainnya
Yang dimaksud disini adalah lingkungan rumah sakit yang meliputi lingkungan umum atau kondisi kebersihan rumah sakit atau alat yang ada dirumah sakit yang dibawa oleh pengunjung atau petugas kesehatan kepada pasien dan sebaliknya.
Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi nosokomial.
Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada didalam tubuh dan berpindah ke tempat baru yang kita sebut dengan self infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya.
Pada umumnya infeksi Nosokomial yang mendapat perhatian hanyalah infeksi yang terjadi pada penderita yang sedang dirawat dirumah sakit. Infeksi yang tidak diketahui masa inkubasinya yang timbul pada penderita yang dirawat inap, harus dianggap sebagai infeksi nosokomial sampai dapat dibuktikan secara klinis ataupun epidemi ologis bahwa infeksi dapat dibuktikan secara klinis ataupun epidiomiologis bahwa infeksi tersebut berasal dari masyarakat.
Infeksi nosokomial sebetulnya bukan masalah baru. Semenjak adanya penderita yang dirawat ditempat perawatan masalah ini sudah ada. Namun yang tercatat dalam sejarah kesehatan menjurus kearah ditemukannya peranan antiseptik dalam pencegahan penularan penyakit. Infeksi nosokomial ini selain meningkatkan resiko kematian penderita, juga mengakibatkan perpanjangan masa tinggal dirumah sakit sehingga meningkatkan biaya perawatan yang harus dibayar penderita.
Infeksi nosokomial dapat secara eksogen atau endogen. Infeksi eksogen didapat dari mikroorganisme eksternal terhadap individu, yang bukan merupakan flora normal, contohnya adalah organisme salmonella dan clostridium tetani. Infeksi endogen dapat terjadi bila sebagian flora normal klien berubah dan terjadi pertubumhan yang berlebihan. Contohnya adalah infeksi yang disebabkan enterokokus, ragi, dan steptokokus.
Bila organisme dalam jumlah cukup yang normalnya ditemukan dalam salah satu rongga atau lapisan tubuh dipindahkan kebagian tubuh lain, terjadi infeksi endogen. Misalnya penularan dari enterokokus, normalnya ditemukan dalam feses, dari tangan kekulit sering mengakibatkan infeksi luka. Jumlah mikroorganisme yang diperlukan untuk menyebabkan infeksi nosokomial bergantung pada virulensi organisme, kerentanan hospes dan daerah yang diinfeksi.
Jumlah tenaga pelayanan kesehatan yang kontak langsung dengan pasien, jenis dan jumlah prosedur invasif terapi resiko yang diterima dan lama perawatan mempengaruhi resiko terinfeksi. Tempat utama untuk infeksi nosokomial piratorius, dan pembuluh darah.
Infeksi nosokomial meningkatkan biaya perawatan kesehatan secara signifikan, lamanya masa rawat diinstitusi layanan kesehatan, meningkatnya ketidakmampuan, peningkatan biaya antibodi dan masa penyembuhan yang memanjang yang menambah pengeluaran klien, juga institusi layanan kesehatan dan badan pemberian dana (misalnya medicare). Seringkali biaya untuk infeksi nosokomial tidak diganti, oleh sebab itu pencegahan memiliki pengaruh finansial yang menguntungkan dan merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan perawatan.
Terjadinya infeksi nosokomial adalah karena beberapa faktor
1.      Agen penyakit
Macam-macam agen penyakit dapat berupa kuman, virus, jamur, parasit atau rickettsia. Dan macam-macam agen penyakit ini ditentukan pula oleh patogenitasnya, virulensinya, daya invasifnya dan dosis infeksinya.
2.      Resevior/sumber
Semua kuman ada reseviornya/sumbernya seperti virus, reseviornya adalah manusia, kuman positif gram manusia, tetapi kuman negatif dapat manusia dapat juga alam seperti Pseudomonas. Apabila reseviornya manusia, maka dapat berasal dari traktus respiratorius, traktus digestivus, traktus urogenitalis, kulit (variola) atau darah (hepatitis B).
Kuman itu akan ada diudara pada debu seperti Salmonella, pada droplet seperti Mycrobacterium atau pada kulit yang lepas.
3.      Lingkungan
Keadaan udara sangat mempengaruhi seperti kelembapan udara, suhu dan pergerakan udara atau tekanan udara.
4.      Penularan
Penularan adalah perjalanan kuman patogen dari sumber ke hospes. Ada 4 jalan yang dapat ditempuh:
a. Kontak langsung (perawat)
b. Alat (endoskop)
c. Udara
d. Vektor (lalat)
5.   Hospes
Tergantung port the entree (tempat masuknya penyakit)
a.       Melalui kulit seperti Leptospira atau Staphylococcus.
b.      Melalui traktus digestivus seperti Eschericha coli, Shigella, Salmonela.
c.       Melalui traktus respiratoris bagian atas partikel =5µ. Apakah melalui traktus respiratorius bagian bawah partikel =5µ.
d.      Melalui traktus urinarius seperti Klebsiel la pneumoniae.
Pada hospes tergantung pula pada imunitas alamiah atau buatan yang aktif maupun pasif. Dalam infeksi nosokomial ada yang dapat dicegah dan ada yang tidak dapat dicegah. Yang dapat dicegah terjadinya infeksi nosokomial adalah tindakan cuci tangan sebelum operasi atau cuci tangan dan pakai masker dalam merawat penderita dari sang satu pindah ke yang lain. Sedangkan infeksi yang tidak dapat dicegah adalah karena faktor hospes sendiri yang berubah atau menurun daya imunitasnya karena sakitnya atu karena pengobatannya.
Bisa saja ini merupakan persoalan serius yang dapat menjadi penyebab langsung atau tidak langsung terhadap kematian pasien. Mungkin saja di beberapa kejadian, Infeksi Nosokomial tidak menyebabkan kematian pasien.. Akan tetapi ia menjadi penyebab penting pasien dirawat lebih lama di Rumah Sakit.
§  Sejarah pengendalian infeksi di rumah sakit
Pada 1847, seorang dokter bernama Ignaz Semmelweis bekerja di bagian kebidanan di sebuah rumah sakit di Vienna, Austria. Semmelweis mengamati bahwa angka kematian di antara ibu di bangsal yang dilayani oleh mahasiswa kedokteran tiga kali lebih tinggi dibandingkan bangsal yang dilayani oleh bidan. Semmelweis mendalilkan bahwa hal ini terjadi karena mahasiswa langsung ke bangsal kebidanan setelah belajar otopsi (bedah mayat), dan membawa infeksi dari mayat ke ibu yang melahirkan. Dia memerintahkan dokter dan mahasiswa untuk mencuci tangannya dengan larutan klorin sebelum memeriksakan ibu tersebut. Setelah aturan ini diterapkan, angka kematian menurun menjadi serupa dengan bangsal yang dilayani oleh bidan.
Dengan masalah infeksi nosokomial menjadi semakin jelas, dicari kebijakan baru untuk menguranginya. Solusi pertama pada 1877 adalah mendirikan rumah sakit khusus untuk penyakit menular. Pengenalan sarung tangan lateks pada 1887 membantu mengurangi penularan. Tetapi dengan peningkatan mortalitas (angka kematian) di 1960-an, Departemen Kesehatan di AS pada 1970 mengeluarkan kebijakan untuk mengisolasikan semua pasien yang diketahui tertular infeksi menular. Namun kebijakan ini kurang berhasil serta menimbulkan banyak masalah lain. Perhatian pada masalah ini menjadi semakin tinggi dengan munculnya HIV pada 1985, kebijakan kewaspadaan universal dikenalkan pada 1985.
§  Alat Sebagai Media Transmisi Infeksi
Infeksi nosokomial sering disebabkan karena infeksi dari kateter urin, infeksi jarum infus,jarum suntik, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septikemia. Selain itu pemakaian infus dan kateter urin yang lama tidak diganti-ganti, juga menjadi penyebab utamanya. Di ruang penyakit, diperkirakan 20-25% pasien memerlukan terapi infus.
Ada berbagai komplikasi kanulasi intravena yang berupa gangguan mekanis, fisis dan kimiawi. Komplikasi tersebut berupa:
·         Ekstravasasi infiltrate : Cairan infus masuk ke jaringan sekitar insersi kanula
·         Penyumbatan : Infus tidak berfungsi sebagaimana mestinya tanpa dapat dideteksi adanya gangguan lain
·         Flebitis : Terdapat pembengkakan, kemerahan dan nyeri sepanjang vena
·         Trombosis : Terdapat pembengkakan di sepanjang pembuluh vena yang menghambat aliran infus.
·         Kolonisasi kanul : Bila sudah dapat dibiakkan mikroorganisme dari bagian kanula yang ada dalam pembuluh darah
·         Septikemia : Bila kuman menyebar hematogen dari kanul
·         Supurasi : Bila telah terjadi bentukan pus di sekitar insersi kanul

§  Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan komplikasi kanula intravena yaitu: jenis kateter, ukuran kateter, pemasangan melalui venaseksi, kateter yang terpasang lebih dari 72 jam, kateter yang dipasang pada tungkai bawah, tidak mengindahkan pronsip anti sepsis, cairan infus yang hipertonik dan darah transfusi karena merupakan media pertumbuhan mikroorganisme, peralatan tambahan pada tempat infus untuk pengaturan tetes obat, manipulasi terlalu sering pada kanula. Kolonisasi kuman pada ujung kateter merupakan awal infeksi tempat infus dan bakteremia.
§  Berikut ini adalah beberapa alat yang sering menjadi media transmisi dalam penyebaran infeksi nosokomial :
a.       Kateter
Kateter adalah sebuah pipa yang kosong yang terbuat dari logam, gelas, karet, plastik, yang cara penggunaannya adalah dimasukkan kedalam rongga tubuh melalui saluran. Kateter dibagi menjadi 2 yaitu kateter dan non kateter
1)    Kateter
Adalah kateter yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah vena.
Kegunaan : berlaku sebagai vena tambahan untuk pangobatan dalam jangka lama yang lebih dari 48 jam. Kateter ini terbuat dari bahan TEFLON dan plastic PVC.
2)    Non kateter
-          Nelaton Catheter
Kateter yang dimasukkan dalam uretra yang berfungsi supaya mempermudah kencing.
-          Balloon Catheter disebut juga Folley Catheter
Kegunaan :
·         Untuk pengambilan air kencing dalam system tertutup, bebas dari udara dan polusi disekitarnya. Biasanya dihubungkan dengan suatu urinovolumeter dan suatu urine bag, untuk keperluan pemeriksaan klinis.
·         Digunakan pada pasien di kamar operasi agar bila keluar air kencing tidak mengganggu suasana.
·         Digunakan dalam perawatan pasien yang tidak bias mengendalikan keinginan untuk tidak kencing (incontinentia urinae).
-          Oxygen Catheter
Kateter yang digunakan untuk mengalirkan gas oxygen ke dalam lubang hidung.
-          Stomach Tube disebut juga Maag Sonde.
Kegunaan :
·         Untuk mengumpulkan getah lambung
·         Untuk membilas atau mencuci isi perut
·         Untuk pemberian obat-obatan.
-          Feeding Tube
Kegunaan :
Sebagai jalan memasukkan cairan makanan melalui tube yang dimasukkan dalam hidung atau mulut.
-          Rectal Tube disebut juga Flatus Buis
Kegunaan :
·         Untuk mengeluarkan gas-gas dari usus.
·         Untuk membersihkan rectum.
·         Biasanya ujung yang satu dimasukkan ke dalam anus, dan satunyan dihubungkan dengan alat Glycerin – spuit.
-          Suction Catheter disebut juga Mucus Extractor.
Kegunaan :
·         Untuk menyedot lendir dari trachea bayi yang baru lahir.
·         Untuk menyedot cairan amniotik.
-          Kondom Catheter
Adalah alat yang digunakan untuk menghubungkan penis dengan urine bag melalui ujung tube-nya, terutama pada pasien yang suka kencing dengan tidak sadar.
b.      Jarum Suntik
Jarum suntik atau Injection Needles adalah alat yang digunakan untuk menyuntik, dan tentunya digabung dengan alat suntik (spuit).
Macam – macam jarum suntik :
·         Jarum suntik yang umum
·         Jarum suntik gigi
·         Jarum suntik spinal
·         Jarum suntik bersayap
c.       Alat – alat untuk mengambil atau memberikan darah atau cairan.
·         Soluset : alat untuk memberikan cairan infus.
·         Blood donor set : alat untuk mengambil darah dari donor.
·         Venoject : alat untuk mengambil darah untuk pemeriksaan.
·         Preza Pak : alat untuk mengambil darah dari arteri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar