Get Gifs at CodemySpace.com

Jumat, 06 Januari 2012

Kegawatdaruratan pada Pasien Psikiatri

BAB I
PENDAHULUAN
Kedaruratan Psikiatri à Adalah tiap gangguan pada pikiran, perasaan dan tindakan seseorang yang memerlukan intervensi terapeutik segera. Diantaranya yang sering adalah SUICIDE  (BUNUH DIRI) . VIOLENCE AND ASSAULTIVE BEHAVIOR  (PERILAKU KEKERASAN DAN MENYERANG).
Setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian ( Gail w.Stuart,Keperawatan Jiwa,2007). Pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri (Ann Isaacs, Keperawatan Jiwa & Psikiatri, 2004)
Gangguan bipolar, juga dikenal sebagai manik-depresif, adalah gangguan otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa dalam suasana hati, energi, tingkat aktivitas, dan kemampuan untuk melaksanakan tugas sehari-hari. Gejala gangguan bipolar dapat mengakibatkan hubungan yang dapat merusak, pekerjaan atau kinerja sekolah, dan bahkan bunuh diri. Tapi gangguan bipolar dapat diobati, dan orang-orang dengan penyakit ini dapat menyebabkan hidup produktif. Gangguan bipolar sering berkembang pada remaja sebelum usia 25tahun. Orang dengan gangguan bipolar mungkin memiliki periode fungsi normal atau mendekati normal antara episode.
Kasus 1 :
Ny.S (35thn) didiagnosa mood bipolar, riwayat masuk ke RSJ 3 kali. Klien masuk ke UGD RSJ dengan alasan percobaan bunuh diri & tidak sadar. Menurut keluarga, klien meminum 10 tablet xanax sekaligus.
a.       Lakukan pengkajian risiko bunuh diri.
b.      Tambahkan data yang diperlukan untuk menegakkan diagnosa
c.       Buat strategi intervensi keperawatan.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi
Gangguan bipolar atau gangguan bipolar afektif, dikenal sebagai gangguan manik depresif, adalah diagnosis psikiatri yang menggambarkan kategori gangguan mood didefinisikan oleh kehadiran satu atau lebih episode dari tingkat energi yang abnormal, kognisi , dan suasana dengan atau tanpa satu atau lebih episode depresi. Individu yang mengalami episode manic  juga umumnya mengalami episode depresi, atau gejala-gejala, atau keadaan campuran di mana kedua fitur mania dan depresi yang hadir pada waktu yang sama. Gangguan bipolar adalah gangguan suasana di mana perasaan, pikiran, perilaku, dan persepsi yang diubah dalam konteks episode mania dan depresi. Sebelumnya dikenal sebagai manik depresi, gangguan bipolar pernah berpikir untuk jarang terjadi pada anak muda. Namun, sekitar 20% dari orang dewasa denggan gangguan bipolar mengalami gejala mulai pada masa remaja. Poligenik investigasi menunjukkan bahwa gangguan ini adalah fenotipik yang terpisah (dengan atau tanpa psikosis) dari gangguan schizoafektif dan skizofrenia.
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan bipolar I atau tipe klasik ditandai dengan adanya 2 episode yaitu manik dan depresi, sedangkan gangguan bipolar II ditandai dengan hipomanik dan depresi. Gangguan bipolar mendasari satu spektrum kutub dari gangguan mood/suasana perasaan meliputi :
1. Bipolar I (BP I)
2. Bipolar II (BP II)
3. Siklotimia (periode manic dan depresif yang bergantian/naik-turun)
4. Depresi yang hebat
Sedangkan berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, gangguan ini bersifat episode berulang yang menunjukkan suasana perasaan pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian suasana perasaan serta peningkatan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan suasana perasaan serta pengurangan energi dan aktivitas (depresi).
Gejala yang khas adalah terdapat penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, sedangkan depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stress atau trauma mental lain.

B.     Etiologi
Etiologi dari gangguan bipolar memang belum dapat diketahui secara pasti, dan tidak ada penanda biologis (biological marker) yang objektif yang berhubungan secara pasti dengan keadaan penyakit ini, tetapi diduga berkaitan dengan virus yang menyerang otak. Serangan virus berlangsung semasa janin dalam kandungan atau di tahun pertama sesudah lahir. Namun, baru 15-20 tahun kemudian mewujud menjadi bipolar. Itu karena pada usia 15 tahun kelenjar timus dan pinealis yang mengeluarkan hormon yang dapat mencegah gangguan psikiatrik hebat sudah berkurang menjadi 50 persen.
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar dengan kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang telah diselidiki adalah 4p16, 12q23-q24, 18 sentromer, 18q22, 18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik dari studi kromosom ini, ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21) berisiko rendah menderita gangguan bipolar. Tetapi penyebab dari gangguan bipolar ini dapat dikatakan multifaktor Mencakup aspek biopsikososial. Secara biologis dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan neurotransmitter di otak. Secara psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa kana-kanak, stres yang menyakitkan, stres kehidupan yang berat dan berkepanjangan, dan banyak lagi faktor lainnya.
Jika penyabab utamanya faktor sosial, stres akibat beratnya kehidupan yang berkepanjangan, bisa jadi banyak penderita Bipolar di lingkungan kita. Meskipun belum ada survei valid, namun faktanya penderita ganggunan jiwa, depresi, kasus bunuh diri terus saja bertambah. Karena itu mereka yang bunuh diri kebanyakan masuk kategori ganggunan kejiwaan yang belum diketahui.



C.    Faktor Resiko
1.      Ras
Tidak ada kelompok ras tertentu yang memiliki predileksi kecenderungan terjadinya gangguan ini. Namun, berdasarkan sejarah kejadian yang ada, para klinisi menyatakan bahwa kecenderungan tersering dari gangguan ini terjadi pada populasi Afrika-Amerika.
2.      Jenis Kelamin
Angka kejadian dari BP I, sama pada kedua jenis kelamin, namun rapid-cycling bipolar disorder (gangguan bipolar dengan 4 atau lebih episode dalam setahun) lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Insiden BP II lebih tinggi wanita daripada pria.
3.      Usia
Usia individu yang mengalami gangguan bipolar ini bervariasi cukup besar. Rentang usia dari keduanya, BP I dan BP II adalah antara anak-anak hingga 50 tahun, dengan perkiraan rata-rata usia 21 tahun. Kasus ini terbanyak pada usia 15 – 19 tahun, dan rentang usia terbanyak kedua adalah pada usia 20 – 24 tahun. Sebagian penderita yang didiagnosa dengan depresi hebat berulang mungkin juga mengalami gangguan bipolar dan baru berkembang mengalami episode manic yang pertama saat usia mereka lebih dari 50 tahun. Mereka mungkin memiliki riwayat keluarga yang juga menderita gangguan bipolar. Sebagian besar penderita dengan onset manic pada usia lebih dari 50 tahun harus dilakukan penelusuran terhadap adanya gangguan neurologis seperti penyakit serebrovaskular. Gangguan bipolar juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, meliputi genetik, biokimiawi, psikodinamik dan lingkungan.
4.      Genetik
Gangguan bipolar, terutama BP I, memiliki komponen genetik utama. Bukti yang mengindikasikan adanya peran dari faktor genetik dari gangguan bipolar terdapat beberapa bentuk, antara lain : Hubungan keluarga inti dengan orang yang menderita BP I diperkirakan 7 kali lebih sering mengalami BP I dibandingkan populasi umum. Perlu digaris-bawahi, keturunan dari orang tua yang menderita gangguan bipolar memiliki kemungkinan 50 % menderita gangguan psikiatrik lain. Penelitian pada orang yang kembar menunjukkan hubungan 33 – 90 % menderita BP I dari saudara kembar yang identik. Penelitian pada keluarga adopsi, membuktikan bahwa lingkungan umum bukanlah satu-satunya faktor yang membuat gangguan bipolar terjadi dalam keluarga. Anak dengan hubungan biologis pada orang tua yang menderita BP I atau gangguan depresif hebat memiliki resiko yang lebih tinggi dari perkembangan gangguan afektif, bahkan meskipun mereka bertempat tinggal dan dibesarkan oleh orang tua yang mengadopsi dan tidak menderita gangguan. Cardno dan kawan-kawan di London menunjukkan bahwa skizofrenia, skizoafektif, dan sindrom manic berbagi faktor resiko genetik dan genetik yang bertanggung jawab terhadap gangguan skizoafektif seluruhnya secara umum juga terdapat pada dua sindrom yang lain tadi. Penemuan ini menimbulkan dugaan suatu genetik tersendiri bertanggungjawab pada psikosis berbagi dengan gangguan mood dan skizofrenia. Tsuang dan kawan-kawan mengindikasikan adanya kontribusi genetik pada MDI dengan gambaran psikotik, serta menunjukkan adanya hubungan antara skizofrenia dan gangguan bipolar. Studi tentang ekspresi gen juga menunjukkan orang dengan gangguan bipolar, depresif berat, dan skizofrenia mengalami penurunan yang sama dalam ekspresi dari gen hubungan oligodendrosit-myelin dan abnormalitas substansia nigra pada bermacam daerah otak. Sebuah penelitian terbaru menyimpulkan, saat orangtua memiliki kelainan bipolar, maka anak-anak mereka berisiko terkena kelainan kejiwaan juga. Dr Boris Birmaher dan rekan-rekannya dari University of Pittsburgh Medical Center yang menuliskan laporan ini dalam Archives of General Psychiatry. Mereka mengungkapkan, hasil penelitiannya sebagai indikasi perlunya identifikasi dan perawatan dini bagi anak-anak yang orangtuanya mengalami gangguan bipolar.
Hasil penelitian dari The Pittsburgh Bipolar Offspring Study diujicobakan pada 388 anak dari 233 orangtua yang memiliki kelainan bipolar. Sementara itu, 251 anak lainnya dari 143 orangtua yang tidak memiliki kelainan bipolar. Hasilnya menunjukkan bahwa anak dengan orangtua yang memiliki kelainan bipolar berisiko 13 kali lebih besar terkena penyakit yang sama seperti orangtua mereka dibandingkan anak yang orangtuanya tidak memiliki kelainan bipolar.
5.      Biokimiawi
Multipel jalur biokimiawi mungkin berperan pada gangguan bipolar, hal ini yang menyebabkan sulitnya mendeteksi suatu abnormalitas tertentu.Beberapa neurotransmitter berhubungan dengan gangguan ini, sebagian besar didasrkan pada respon pasien terhadap agen-agen psikoaktif. Sejumlah bukti menunjukkan bahwa terdapat kaitan antara glutamat dengan gangguan bipolar dan depresi berat. Studi postmortem dari lobus frontal dengan kedua gangguan menunjukkan peningkatan level glutamat. Obat tekanan darah reserpin, yang menghabiskan/mendeplesikan katekolamin pada saraf terminal telah tercatat menyebabkan depresi. Ini berpedoman pada hipotesis katekolamin yang berpegang pada peningkatan epinefrin dan norepinefrin menyebabkan manic dan penurunan epinefrin dan norepinefrin menyebabkan depresi.
Obat-obatan seperti kokain, yang juga bekerja pada sistem neurotransmitter ini mengeksaserbasi terjadinya manic. Agen lain yang dapat mengeksaserbasi manic termasuk L-dopa, yang menginhibisi reuptake dopamin dan serotonin. Gangguan dan ketidakseimbangan hormonal dari aksis hipotalamus-pituitari-adrenal, menggangu homeostasis dan menimbulkan respon stres yang juga berperan pada gambaran klinis gangguan bipolar. Antidepresan trisiklik dapat memicu terjadinya manik.
6.      Psikodinamik
Banyak praktisi melihat dinamika MDI sebagai suatu hal yang berhubungan melalui suatu jalur. Mereka melihat depresi sebagai manifestasi dari suatu kehilangan, contohnya hilangnya pegertian terhadap diri dan adanya perasaan harga diri rendah. Oleh karena itu, manik timbul sebagai mekanisme defens dalam melawan rasa depresi (Melanie Klein)
7.      Lingkungan
Pada beberapa kejadian, suatu siklus hidup mungkin berkaitan langsung dengan stres eksternal atau tekanan eksternal yang dapat memperburuk berulangnya gangguan pada beberapa kasus yang memang sudah memiliki predisposisi genetik atau biokimiawi. Kehamilan merupakan stres tertentu bagi wanita dengan riwayat MDI dan meningkatkan kemungkinan psikosis postpartum. Contoh lain, oleh karena sifat pekerjaan, beberapa orang memiliki periode permintaan yang tinggi diikuti periode kebutuhan yang sedikit. Hal ini didapati pada seorang petani, dimana ia akan sangat sibuk pada musim semi, panas, dan gugur, namun selama musim dingin akan relatif inaktif kecuali membersihkan salju, sehingga ia akan tampak manic pada hampir sepanjang tahun dan tenang selama musim dingin. Hal ini menunjukkan lingkungan juga dapat berpengaruh terhadap keadaan psikiatri seseorang.


E.     Tanda dan Gejala
Diagnosis dari BP I ditegakkan dengan setidaknya terdapat episode manic paling tidak dengan durasi 1 minggu yang mengindikasikan penderita untuk dirawat inap atau kelainan lain yang signifikan dalam fungsi okupasi dan sosial. Episode manic bukan disebabkan oleh penyakit medis lain atau penyalahgunaan zat. Kriteria ini berdasarkan spesifikasi dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR).
1.      Episode manic ditandai oleh gejala-gejala berikut ini :
Setidaknya terdapat 1 minggu gangguan mood yang dalam, yang ditandai dengan suasana perasaan yang meningkat (elasi), mudah marah (iritabel), atau adanya keinginan untuk keluar rumah.
2.      Gejala lain yang menyertai antara lain (paling tidak 3 atau lebih): Perasaan kebesaran; gangguan tidur; nada suara yang tinggi dan bicara berlebihan; flight of ideas; menghilangkan bukti kekacauan pikiran; meningkatnya tingkat fokus kerja di rumah, tempat kerja atau seksual; meningkatnya aktivitas yang menyenangkan dan bahkan yang memiliki konsekuensi menyakitkan.
3.      Gangguan mood cukup untuk membuat kerusakan di tempat kerja, membahayakan pasien atau orang lain.
4.      Gangguan suasana perasaan tersebut bukan disebabkan oleh penyalahgunaan zat atau karena gangguan medis lain. Gejala lain seperti :
·         aktivitas meningkat, ekspansif
·         mudah tersinggung
·         hiperaktivitas
·         berbicara sangat cepat
·         ide meloncat-loncat
·         kebutuhan tidur berkurang
·         harga diri berlebihan
·         perhatian mudah teralihkan
·         memiliki pertimbangan buruk dan suasana hati yang tidak aman
·         sikap berlebihan (misalnya gila belanja dan seks tidak aman).

a.       Episode hipomanik ditandai oleh gejala-gejala berikut :
ü  Penderita mengalami suasana perasaan yang meningkat (elasi), adanya keinginan untuk keluar rumah, atau mudah marah (iritabel) setidaknya selama 4 hari.
ü  Paling tidak terdapat 3 atau lebih gejala-gejala berikut ini : Perasaan kebesaran atau mengagumi diri sendiri; gangguan tidur; nada suara tinggi; flight of ideas; menghilangkan bukti kekacauan pikiran; agitasi psikomotor di rumah, tempat kerja atau seksual; mulai melakukan aktivitas dengan resiko tinggi terhadap konsekuensi yang menyakitkan.
ü  Gangguan mood tampak oleh orang lain.
ü  Gangguan suasana perasaan tersebut bukan disebabkan oleh penyalahgunaan zat atau karena gangguan medis lain.
b.      Episode depresif ditandai dengan gejala-gejala berikut :
ü  Karena sebab yang sama selama 2 minggu, dengan paling tidak terdapat gejala perasaan depresi atau ditandai dengan kehilangan kesenangan atau perhatian, setidaknya pada seseorang terdapat 5 atau lebih gejala berikut ini : Perasaan depresi/tertekan; penurunan perasaan senang dan minat pada hampir semua aktivitas; penurunan berat badan yang signifikan dan selera; hipersomnia atau insomnia; retardasi psikomotor atau agitasi; kehilangan energi atau kelemahan; penurunan daya konsentrasi; preokupasi dengan kematian atau bunuh diri, penderita memiliki rencana untuk bunuh diri atau telah melakukan bunuh diri tersebut.
ü  Gejala-gejala tersebut menyebabkan kerusakan dan distress.
ü  Gangguan suasana perasaan tersebut bukan disebabkan oleh penyalahgunaan zat atau karena gangguan medis lain.

c.       Episode campuran ditandai dengan gejala-gejala berikut ini :
ü  Pada penderita harus terdapat kedua kriteria baik manic maupun depresi, dengan gejala depresi hanya terjadi selama 1 minggu.
ü  Gangguan mood mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi sosial dan kerja.
ü  Gangguan suasana perasaan tersebut bukan disebabkan oleh penyalahgunaan zat atau karena gangguan medis lain.

F.     Pemeriksaan Fisik
Menggunakan Mental Status Examination (MSE) untuk mendiagnosis adanya gangguan bipolar. Status mental penderita tergantung pada keadaan depresi, hipomanic, manic, atau campuran, dengan variasi area MSE ditandai sesuai dengan fase tertentu dari penderita.
1.      Penampilan
a)      Periode depresi : Orang yang menunjukkan suatu periode depresi mungkin menunjukkan sedikit sampai tidak ada kontak mata. Pakaian mereka mungkin tidak terawat, kotor, berlubang, kumal, serta tidak cocok dengan ukuran badan. Bila seseorang kehilangan berat badan secara signifikan, ukuran pakaiannya tidak akan cocok. Kebersihan diri tercermin dari mood mereka yang rendah, yang ditunjukkan dengan badan yang kurus, tidak bercukur, dan tidak membersihkan diri. Pada wanita, kuku jari tangannya mungkin terdapat lapisan warna yang berbeda atau sebagian warna yang rusak pada kuku mereka, bahkan cenderung kotor juga pada tangannya. Rambut mereka juga tidak terurus. Bila orang ini bergerak, afek depresi jelas terlihat. Mereka bergerak dengan lambat dan sangat sedikit yang menunjukkan retardasi psikomotor. Mereka juga berbicara dengan suara yang pelan atau suara yang monoton.
b)      Episode hipomanic : Penderita ini sangat sibuk dan aktif. Mereka memiliki energi dan selalu kemana-mana. Mereka selalu berencana melakukan sesuatu, sebagian mengalami perubahan tingakat energi dan suasana hati (Keck, 2003).
c)      Episode manik : Pada banyak kasus, perilaku penderita dengan fase manic menunjukkan perilaku yang berlawanan dengan penderita dengan fase depresi. Penderita fase manic menunjukkan keadaan hiperaktif dan hipervigilasi. Mereka kurang istirahat, bertenaga, aktif, serta berbicara dan bertindak cepat. Pakaian mereka mencerminkan keadaan itu, dimana terlihat dikenakan dengan tergesa-gesa dan kacau. Pakaian mereka biasanya terlalu terang, penuh warna, serta mencolok. Mereka berdiri di keramaian dan menjadi menonjol karena pakaian mereka yang sering menarik perhatian.
2.      Afek atau Suasana Hati
a)      Episode depresi: Kesedihan mendominasi suasana hati seseorang dalam episode depresi. Penderita merasa sedih, tertekan, kehilangan, kosong dan terisolasi. “2 Hs” sering menyertai suasana hati penderita, tanpa pengahrapan dan semua terasa sia-sia.
b)      Episode hipomanic: Suasana hati penderita meningkat, meluas dan peka.
c)      Episode manic: Suasana hati penderita tampak menggembirakan, dan bahkan berlebihan. Euphoria. Penderita sangat mudah marah.
d)     Episode campuran: penderita menunjukkan gejala kedua episode (depresi dan manic) dalam suatu periode singkat (1 minggu atau kurang).
3.      Pikiran
a)      Episode Depresi: Penderita mempunyai pemikiran yang mencerminkan kesedihan mereka. Gagasan yang negatif, perhatian nihilistik, dan mereka mempunyai suatu istilah bahwa “ mereka bagaikan gelas yang separuh kosong”. Pemikiran mereka lebih berfokus tentang kematian dan tentang bunuh diri.
b)      Episode Hipomanik: Penderita mempunyai pemikiran yang optimis, berpikir ke depan dan mempunyai sikap yang positif.
c)      Episode Manik: Penderita mempunyai pemikiran yang sangat opimis dan luas. Percaya diri yang berlebihan. Mereka dapat dengan cepat membuat pemikiran/gagasan. Mereka merasa pemikiran mereka sangat aktif dan aktif.
d)     Episode Campuran: Penderita dapat berubah secara cepat antara depresi dan euforia dan meraka juga mudah marah.

4.      Persepsi
ü  Episode Depresi: Terdapat 2 format dari tipe depresi yang dijelaskan. Dengan psikotik dan tanpa psikotik. Dengan psikotik, penderita mempunyai khayalan dan halusinasi yang sesuai atau tidak dengan suasana hati. Penderita merasa telah berdosa, bersalah, dan merasakan penyesalan yang snagat dalam.
ü  Episode Hipomanic: Penderita tidak mengalami gangguan persepsi.
ü  Episode Manic: 3 dari 4 penderita dalam tahap ini mengalami halusinasi. Khayalan manic menunjukkan persepsi gengsi dan kemuliaan.
ü  Episode Campuran: Penderita menunjukkan khayalan dan halusinasi yang konsisten dengan depresi atau manic atau keduanya.
5.      Bunuh Diri
ü  Episode Depresi: Angka kejadian bunuh diri banyak terjadi pada penderita depresi. Mereka adalah individu yang mencoba dan berhasil dalam usaha bunuh diri.
ü  Episode Hipomanic: Angka bunuh diri rendah. Episode Manic: Angka bunuh diri rendah.
ü  Episode Campuran: Pada tahap depresi pasien memiliki resiko untuk bunuh diri.
6.      Pembunuhan/Kekerasan
ü  Episode Depresi: Pembunuhan yang dilakukan oleh penderita biasanya diikuti dengan bunuh diri. Pada beberapa penderita depresi biasanya merasa dunia sudah tidak berguna lagi untuknya dan untuk orang terdekatnya/orang lain.
ü  Episode Hipomanic: Penderita menunjukkan sifat mudah marah dan agresif. Mereka dapat menjadi tidak sabar terhadap orang lain.
ü  Episode Manic: Penderita agresif. Mereka tidak memiliki sifat sabar atau toleransi dengan orang lain tidak ada. Mereka dapat menjadi sangat menuntut, kasar, sangat mudah marah. Pembunuhan terjadi jika penderita mempunyai suatu khayalan terhadap kesenangan penderita.
ü  Episode Campuran: Penderita dapat menjadi sangat agresif terutama dalam tahap manic.

7.      Pengertian Diri/Insight
ü  Episode Depresi: Depresi dapat mempengaruhi penilaian seseorang mengenai dirinya sendiri. Penderita biasanya gagal dalam melakukan tindakan yang penting sebab mereka sangat jatuh dan menurun dalam mengenali diri mereka sendiri. Meraka memeiliki sedikit pengertian terhadap diri mereka sendiri.
ü  Episode Hipomanic: Biasanya penderita memiliki penegrtian yang baik mengenai diri mereka. Namun sangat luas. Mereka menilai diri mereka sangat produktif dan teliti, bukan sebagai hipomanic.
ü  Episode Manic: Dalam tahap ini pengertian diri/insight sangat lemah. Penderita tidak mempunyai pengertian yang jelas mengenai kebutuhan, rencana dan perilaku mereka.
ü  Episode Campuran: Pergeseran/perubahan dalam afek dapat merusak pengertian pasien tentang dirinya dan bertentangan dengan insight mereka.
8.      Kognitif
Kemunduran/kelemahan dalam orientasi dan daya ingat sangat jarang diamati pada pasien dengan gangguan afek bipolar kecuali mereka psikotik. Mereka mengetahui waktu dan temapt mereka berada.mereka dapat mengingat kejadian yang lampau dan terbaru. Pada beberapa kasus hipomanic dan kadang hipomanic, kemampuan penderita untuk mengingat informasi dapat sangat luas. Pada dpresi dan manic yang berat, penderita dapat mengalami kesulutan dalam berkonsentrasi dan memusatkan perhatiannya.


G.    Pemeriksaan Penunjang
Terdapat perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET), didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks prefrontal subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen Psychiatry 2003 pun menemukan volume yang kecil pada amygdala dan hipokampus. Korteks prefrontal, amygdala dan hipokampus merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan afek).
Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak berjalan lancer.

H.    Penatalaksanaan
1)      Penentuan Kegawat daruratan Penderita
Pengobatan dari gangguan bipolar secara langsung terkait pada fase dari episodenya, seperti depresi atau manic, dan derajat keparahan fase tersebut. Sebagai contoh, seseorang dengan depresi yang ekstrim dan menunjukkan perilaku bunuh diri memerlukan/mengindikasikan pengobatan rawat inap. Sebaliknya, seseorang dengan depresi moderat yang masih dapat bekerja, diobati sebagai pasien rawat jalan.
a.       Indikasi seseorang dengan gangguan bipolar untuk dirawat inap adalah sebagai berikut :
*      Berbahaya untuk diri sendiri : Pasien yang terutama dengan episode depresif, dapat terlihat dengan resiko yang signifikan untuk bunuh diri. Percobaan bunuh diri yang serius dan ideasi spesifik dengan rencana menghilangkan bukti, memerlukan observasi yang ketat dan perlindungan pencegahan. Namun, bahaya bagi penderita bisa datang dari aspek lain dari penyakit, contohnya seorang penderita depresi yang tidak cukup makan beresiko kematian, sejalan dengan itu, penderita dengan manic yang ekstrim yang tidak mau tidur atau makan mungkin mengalami kelelahan yang hebat.
*      Berbahaya bagi orang lain : Penderita gangguan bipolar dapat mengancam nyawa ornag lain, contohnya seorang penderita yang mengalami depresi yang berat meyakini bahwa dunia itu sangat suram/gelap, sehingga ia berencana untuk membunuh anaknya untuk membebaskan mereka dari kesengsaraan dunia.
*      Ketidakmampuan total dari fungsi : Adakalanya depresi yang dialami terlalu dalam, sehingga orang tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali, meninggalkan orang seperti ini sendirian sanagt berbahaya dan tidak menyembuhkannya.
*      Tidak dapat diarahkan sama sekali : Hal ini benar-benar terjadi selama episode manic. Dalam situasi ini, perilaku penderita sangat di luar batas, mereka menghancurkan karir dan berbahaya bagi orang di sekitarnya.
*      Kondisi medis yang harus dimonitor : Contohnya penderita gangguan jiwa yang disertai gangguan jantung harus berada di lingkungan medi, dimana obat psikotropik dapat dimonitor dan diobservasi.

b.      Rawat inap parsial atau program perawatan sehari
Secara umum, penderita ini memiliki gejala yang berat namun memiliki tingkat pengendalian dan lingkungan hidup yang stabil. Contohnya, penderita dengan depresi berat yang berpikir akan bunuh diri tapi tidak berencana untuk melakukannya dan dapat memiliki tingkat motivasi yang tinggi bila diberi banyak dukungan interpersonal, terutama sepanjang hari dan dengan bantuan dan keterlibatan dari keluarga. Keluarga harus selalu berada di rumah setiap malamdan harus peduli terhadap penderita. Rawat inap parsial juga menjembatani untuk bisa segera kembali bekerja. Kembali secara langsung ke pekerjaan seringkali sulit bagi penderita dengan gejala yang berat, dan rawat inap parsial memberi dukungan dan hubungan interpersonal. Pengobatan rawat jalan memiliki 4 tujuan utama :
·         Lihat stresornya dan cari cara untuk menanganinya. Stres ini bisa berasal dari keluarga atau pekerjaan, namun bila terakumulasi, mereka mendorong penderita menjadi manic atau depresi. Hal ini merupakan bagian dari psikoterapi.
·         Memonitor dan mendukung pengobatan. Pengobatan membuat perubahan yang luar biasa. Kuncinya adalah mendapatkan keuntungan dan mencegah efek samping. Penderita memiliki rasa yang bertentangan dengan pengobatan mereka. Mereka mengetahui bahwa obat membantu dan mencegah mereka untuk dirawat inap, namun mereka juga menyangkal memerlukannya. Oleh karena itu, harus dibantu untuk mengarahkan perasaan mereka dan membantu mereka untuk mau melanjutkan pengobatan.
·         Membangun dan memelihara sekumpulan orang yang peduli. Hal ini merupakan satu dari banyak alasan bagi para praktisi setuju dengan ambivalensi penderita tentang pengobatan. Seiring perjalanan waktu, kekuatan sekumpulan orang yang peduli membantu mempertahnkan gejala penderita dalam keadaan minimum dan membantu penderita tinggal dan diterima di masyarakat.
·         Aspek yang melibatkan edukasi. Klinisi harus membantu edukasi bagi penderita dan keluarga tentang penyakit bipolar. Mereka harus sadar dan waspada terhadap bahaya penyalahgunaan zat, situasi yang mungkin memicu kekambuhan, dan peran pengobatan yang penting. Dukungan kelompok bagi penderita dan keluarga memiliki arti penting yang sangat luar biasa. Keadaan kesehatan tubuh penderita gangguan bipolar juga harus diperhatikan oleh para praktisi, termasuk keadaan kardiovaskular, diabetes, masalah endokrin, infeksi, komplikasi sistem urinari, dan gangguan keseimbangan elektrolit.
2)      Terapi
Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar, peneliti mulai menduga adanya hubungan neurotransmiter dengan gangguan bipolar. Neurotransmiter tersebut adalah dopamine, serotonin, dan noradrenalin. Kandidat gen yang berhubungan dengan neurotransmiter tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang mengkode monoamine oksidase A (MAOA), tirosin hidroksilase, catechol-O-metiltransferase (COMT), dan serotonin transporter (5HTT). Tak berhenti sampai disitu, peneliti juga mempunyai tersangka baru yaitu gen yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF). BDNF adalah neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis dan perlindungan neuron otak. BDNF diduga ikut terlibat dalam mood. Gen yang mengatur BDNF terletak pada kromosom 11p13. Terdapat 3 penelitian yang mencari tahu hubungan antara BDNF dengan gangguan bipolar. Dan hasilnya, positif.


A.    Terapi Farmakologi
Pengobatan yang tepat tergantung pada stadium gangguan bipolar yang dialami penderita. Pilihan obat tergantung pada gejala yang tampak, seperti gejala psikotik, agitasi, agresi, dan gangguan tidur. Antipsikosis atipikal meningkat penggunaannya untuk kedua hal yaitu manic akut dan mood stabilization. Rentang yang luas dari antidepresan dan ECT digunakan untuk episode depresi akut (contoh, depresi berat) Selanjutnya, suatu medikasi lain dipilih untuk terapi pemeliharaan/ maintenance dan pencegahan.
Pengalaman klinik menunjukkan bahwa bila diterapi dengan obat mood stabilizer, penderita gangguan bipolar akan mengalami lebih sedikit periode manic dan depresi. Medikasi ini bekerja menstabilkan mood penderita sesuai namanya, juga menstabilakn manic dan depresi yang ekstrim. Antipsikosis atipikal kini juga sering digunakan untuk menstabilkan manic akut, bahkan untuk mengobati beberapa kasus depresi bipolar untuk menstabilkan mood, seperti ziprasidone, quetiapine, risperidone, aripiprazole and olanzapine. Berdasarkan konsensus yang sekarang, pengobatan yang paling efektif untuk manic akut adalah kombinasi dari generasi kedua antipsikosis dan medikasi mood stabilizing.
B.     Terapi Non Farmakologi
1.      Konsultasi, Suatu konsultasi dengan seorang psikiater atau psikofarmakologis selalu sesuai bila penderita tidak menunjukkan respon terhadap terapi konvensional dan medikasi.
2.      Diet, Terkecuali pada penderita dengan monoamine oxidase inhibitors (MAOIs), tidak ada diet khusus yang dianjurkan. Penderita dianjurkan untuk tidak merubah asupan garam, karena peningkatan asupan garam membuat kadar litium serum menurun dan menurunkan efikasinya, sedangkan mengurangi asupan garam dapat meningkatkan kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas.
3.      Aktivitas, Penderita dengan fase depresi harus didukung untuk melakukan olahraga/aktivitas fisik. Jadwal aktivitas fisik yang reguler harus dibuat. Baik aktivitas fisik dan jadwal yang reguler meupakan kunci untuk bertahan dari penyakit ini. Namun, bila aktivitas fisik ini berlebihan dengan peningkatan perspirasi dapat meningkatkan kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas litium.
4.      Edukasi Penderita, Pengobatan penderita gangguan bipolar melibatkan edukasi penderita awal dan lanjutan. Tujuan edukasi harus diarahkan tidak hanya langsung pada penderita, namun juga melalui keluarga dan sistem disekitarnya. Lagipula, fakta menunjukkan peningkatan dari tujuan edukasi ini, tidak hanya meningkatkan ketahanan dan pengetahuan mereka tentang penyakit, namun juga kualitas hidupnya.
·         Pertama, penjelasan biologis tentang penyakit harus jelas dan benar. Hal ini mengurangi perasaan bersalah dan mempromosikan pengobatan yang adekuat.
·         Kedua, memberi informasi tentang bagaimana cara memonitor penyakit terkait apresiasi tanda awal, pemunculan kembali, dan gejala. Pengenalan terhadap adanya perubahan memudahkan langkah-langkah pencegahan yang baik.
·         Kelompok pengobatan yang adekuat tinggal suatu bagian yang penting dari perawatan dan edukasi.
·         Edukasi juga harus memperhatikan bahaya dari stresor. Membantu identifikasi individu dan bekerja dengan stresor yang ada menyediakan aspek kritis penderita dan kewaspadaan keluarga.
·         Akhirnya, informasikan kepada penderita tentang kekambuhan dalam konteks gangguan.
·         Cerita-cerita tentang individu membantu penderita dan keluarga, terutama cerita tentang individu dengan MDI dapat membantu penderita untuk berusaha menghadapi tantangan dari perspektif lain.
3)      Pencegahan
Gangguan bipolar harus diobati secara kontinu, tidak boleh putus. Bila putus, fase normal akan memendek sehingga kekambuhan semakin sering. Adanya fase normal pada gangguan bipolar sering mengakibatkan buruknya compliance untuk berobat karena dikira sudah sembuh. Oleh karena itu, edukasi sangat penting agar penderita dapat ditangani lebih dini. Prevensi merupakan kunci dari terapi jangka panjang dari gangguan bipolar. Hal ini mencakup beberapa hal sebagai berikut :
                                           I.            Medikasi seperti litium bertindak sebagai mood stabilizers.Tetapi terdapat beberapa orang yang kurang memberi respon terhadap lithium di antaranya penderita dengan riwayat cedera kepala, mania derajat berat (dengan gejala psikotik), dan yang disertai dengan komorbid. Bila penggunaanya dihentikan tiba-tiba, penderita cepat mengalami relaps. Selain itu, indeks terapinya sempit dan perlu monitor ketat kadar lithium dalam darah. Gangguan ginjal menjadi kontraindikasi penggunaan lithium karena akan menghambat proses eliminasi sehingga menghasilkan kadar toksik. Di samping itu, pernah juga dilaporkan lithium dapat merusak ginjal bila digunakan dalam jangka lama. Karena keterbatasan itulah, penggunaan lithium mulai ditinggalkan.
                                        II.            Psikoedukasi dimulai dari penderita dan keluarga penderita. Keduanya harus memahami dan mengetahui pentingnya pengobatan adekuat dan tanda-tanda awal dari manic dan depresi, ini merupakan hal yang penting.

I.       Komplikasi
Komplikasi dari gangguan ini antara lain bunuh diri, pembunuhan, dan adiksi.
J.       Prognosa
·         Penderita dengan BP I lebih buruk daripada penderita depresi berat. Dalam 2 tahun pertama setelah episode awal, 40 – 50 % penderita mengalami serangan manic lain.
·         Hanya 50 – 60 % penderita BP I dapat dikontrol dengan litium terhadap gejalanya. Pada 7 % penderita, gejala tidak kembali/mengalami penyembuhan, 45 % penderita mengalami episode berulang, dan 40 % mengalami gangguan yang menetap.
·         Seringkali perputaran episode depresif dan manic berhubungan dengan usia.
·         Faktor-faktor yang membuat prognosis menjadi lebih buruk antara lain : Riwayat kerja yang buruk; penyalahgunaan alkohol; gambaran psikotik; gambaran depresif diantara episode manic dan depresi; adanya bukti keadaan depresif, jenis kelamin laki-laki.
·         Indikator prognosis yang baik adalah sebagai berikut : fase manic (dalam durasi pendek); Onset terjadi pada usia yang lanjut; pemikiran untuk bunuh diri yang rendah; gambaran psikotik yang rendah; masalah kesehatan (organik) yang rendah.

K.    Rencana Asuhan Keperawatan
1)      Pengkajian :
Pengkajian Resiko Bunuh Diri. Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien memiliki resiko apabila menunjukkan perilaku sebagai berikut :
1)      Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diri
2)      Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri.
3)      Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.
4)      Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.
5)      Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental
6)      Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alkohol
7)      Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik
8)      Menunjukkan impulsivitas dan agressif
9)      Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan yang bertubi-tubi dan secara bersamaan
10)  Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal pistol, obat, racun.
11)  Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan pengobatan
12)  Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial.


Banyak instrument yang bisa dipakai untuk menentukan resiko klien melakukan bunuh diri diantaranya dengan SAD PERSONS.
NO
SAD PERSONS
Keterangan
1
Sex (jenis kelamin)
Laki laki lebih komit melakukan suicide 3 kali lebih tinggi dibanding wanita, meskipun wanita lebih sering 3 kali dibanding laki laki melakukan percobaan bunuh diri
2
Age ( umur)
Kelompok resiko tinggi : umur 19 tahun atau lebih muda, 45 tahun atau lebih tua dan khususnya umur 65 tahun lebih.
3
Depression
35 – 79% oran yang melakukan bunuh diri mengalami sindrome depresi.
4
Previous attempts
(Percobaan sebelumnya)
65- 70% orang yang melakukan bunuh diri sudah pernah melakukan percobaan sebelumnya
5
ETOH ( alkohol)
65 % orang yang suicide adalah orang menyalahnugunakan alkohol
6
Rational thinking Loss ( Kehilangan berpikir rasional)
Orang skizofrenia dan dementia lebih sering melakukan bunuh diri disbanding general populasi
7
Sosial support lacking
( Kurang dukungan social)
Orang yang melakukan bunuh diri biasanya kurannya dukungan dari teman dan saudara, pekerjaan yang bermakna serta dukungan spiritual keagaamaan
8
Organized plan ( perencanaan yang teroranisasi)
Adanya perencanaan yang spesifik terhadap bunuh diri merupakan resiko tinggi
9
No spouse ( Tidak memiliki pasangan)
Orang duda, janda, single adalah lebih rentang disbanding menikah
10
Sickness
Orang berpenyakit kronik dan terminal beresiko tinggi melakukan bunuh diri.
Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami petunjuk dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang akurat. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah :
  1. Tentukan tujuan secara jelas. Dalam melakukan wawancara, perawat tidak melakukan diskusi secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya wawancara yang fokus pada investigasi depresi dan pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri.
  1. Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari komunikasi non verbal. Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap kecemasan dan distress yang berat serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di hindari atau diabaikan.
  1. Kenali diri sendiri. Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena hal ini akan mempengaruhi penilaian profesional.
  1. Jangan terlalu tergesa – gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu membangun hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dank lien.
  2. Jangan membuat asumsi. Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu mempengaruhi emosional klien.
  1. Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan membuat kabur penilaian profesional.
Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian :
  1. Riwayat masa lalu :
·         Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri
·         Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
·         Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia
·         Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid, antisosial.
·         Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka
  1. Symptom yang menyertainya
a)      Apakah klien mengalami :
·         Ide bunuh diri
·         Ancaman bunh diri
·         Percobaan bunuh diri
·         Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja
b)      Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan anhedonia dimana hal ini merupakan faktor krusial terkait dengan resiko bunuh diri. Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri mereka sendiri. Perlu dilakukan penkajian lebih mendalam lagi diantaranya :
·         Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan
·         Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau perencanaan untuk melakukan aksinya yang sesuai dengan rencananya.
·         Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk merencanakan dan mengagas akan suicide.
·         Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses oleh klien.
Hal – hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian tentang riwayat kesehatan mental klien yang mengalami resiko bunuh diri :
·         Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik
·         Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klien
·         Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam dan mendorong komunikasi terbuka.
·         Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata – kata yang dimengerti klien
·         Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat pengobatannya
·         Mendaptakan data tentang demografi dan social ekonomi
·         Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan
·         Peroleh riwayat penyakit fisik klien
Kategori pengkajian
A.      Latar belakang dan observasi menyeluruh
1.       Apakan orang tersebut menimbulkan resiiko segra untuk dirinya, andandan orang lain?
2.       Apakah orang tersebut memiliki rencana langsung untuk menyakiti dirinya dan orang lain?
3.       Apakah orang tersebut agresif dan mengancam?
4.       Adakah suatu pernyataan atau perilaku yang mungkin muncul bahwa orang tersebut mungkin mencoba untuk melarikan diri
5.       Apakah pasien memiliki riwayat menyakiti diri sendiri?
6.       Apakah pasien memiliki riwayat gangguan mental atau masalah psikologis?
Jika ya kaji juga pertanyaan dibawah ini,
B.      Penampilan dan perilaku
1.       Apakah orang tersebut jelas tertekan, nyata cemas, atau sangat terangsang?
2.       Apakah orang tersebut berperilaku tidak tepat untuk situasi?
3.       Apakah orang tersebut diam dan menarik diri?
4.       Apakah orang tersebut tidak memperhatikan dan tidak kooperatif?
Jika ya lakukan pengkajian dibawah ini
C.      Isu yang akan digali melalui pertanyaan singkat
1.       Mengapa orang ini sekarang? acara terakhir apa yang mendasari atau memicu keadaan ini?
2.       Apakah level sosial support otang ini? (pasangan/ lainnya, keluarga,teman)
D.      resiko bunuh diri layar sejumlah besar tanggapan positif menunjukkan tingkat yang lebih besar keseluruhan risiko
·         Riwayat mencederai diri ?
·         Riwayat menggunakan metode kekerasan?
·         Rencana bunuh diri
·         Pikiran bunuh diri saat ini
·         Keputusasaan
·         Depresi
·         Bukti psikosis
·         Penyalahgunaan narkoba dan alkohol
·         Penyakit psikosis kronik
·         Riwayat bunuh diri dalam keluarga
·         Pengangguran
·         Laki-laki
·         Berpisah  / janda / cerai
·         Kurangnya support sosial
·         Terlepas dari layanan
·         Tidak patuh pada psikiatrik
·         Akses ke sarana mematikan membahayakan


1)      Diagnosa Keperawatan
Dx 1
Resiko Bunuh diri
Pengertian : Resiko untuk mencederai diri yang mengancam kehidupan
NOC
Impulse Control, Suicide Self-Restraint
Tujuan
Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Indicator
  • Menyatakan harapannya untuk hidup
  • Menyatakan perasaan marah, kesepian dan keputusasaan secara asertif.
  • Mengidentifikasi orang lain sebagai sumber dukungan bila pikiran bunuh diri muncul.
  • Mengidentifikasi alaternatif mekanisme coping
NIC
Active Listening, Coping Enhancement, Suicide Prevention, Impulse Control Training, Behavior Management: Self-Harm, Hope Instillation, Contracting, Surveillance: Safety
Aktivitas keperawatan secara umum :
1.      Bantu klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri, dengan cara :
Ø  Kaji tingkatan resiko yang di alami pasien : tinggi, sedang, rendah.
Ø  Kaji level Long-Term Risk yang meliputi : Lifestyle/ gaya hidup, dukungan social yang tersedia, rencana tindakan yang bisa mengancam kehidupannya, koping mekanisme yang biasa digunakan.
2.      Berikan lingkungan yang aman ( safety) berdasarkan tingkatan resiko , managemen untuk klien yang memiliki resiko tinggi;
Ø  Orang yang ingin suicide dalam kondisi akut seharusnya ditempatkan didekat ruang perawatan yang mudah di monitor oleh perawat.
Ø  Mengidentifikasi dan mengamankan benda – benda yang dapat membahayakan klien misalnya : pisau, gunting, tas plastic, kabel listrik, sabuk, hanger dan barang berbahaya lainnya.
Ø  Membuat kontrak baik lisan maupun tertulis dengan perawat untuk tidak melakukan tindakan yang mencederai diri Misalnya : ”Saya tidak akan mencederai diri saya selama di RS dan apabila muncul ide untuk mencederai diri akan bercerita terhadap perawat.”
Ø  Makanan seharusnya diberikan pada area yang mampu disupervisi dengan catatan :
o    Yakinkan intake makanan dan cairan adekuat
o    Gunakan piring plastik atau kardus bila memungkinkan.
o    Cek dan yakinkan kalau semua barang yang digunakan pasien kembali pada tempatnya.
Ø  Ketika memberikan obat oral, cek dan yakinkan bahwa semua obat diminum.
Ø  Rancang anggota tim perawat untuk memonitor secara kontinyu.
Ø  Batasi orang dalam ruangan klien dan perlu adanya penurunan stimuli.
Ø  Instruksikan pengunjung untuk membantasi barang bawaan ( yakinkan untuk tidak memberikan makanan dalam tas plastic)
Ø  Pasien yang masih akut diharuskan untuk selalu memakai pakaian rumah sakit.
Ø  Melakukan seklusi dan restrain bagi pasien bila sangat diperlukan
Ø  Ketika pasien sedang diobservasi, seharusnya tidak menggunakan pakaian yang menutup seluruh tubuhnya. Perlu diidentifikasi keperawatan lintas budaya.
Ø  Individu yang memiliki resiko tinggi mencederai diri bahkan bunuh diri perlu adanya komunikasi oral dan tertulis pada semua staf.
3.      Membantu meningkatkan harga diri klien
Ø  Tidak menghakimi dan empati
Ø  Mengidentifikasi aspek positif yang dimilikinya
Ø  Mendorong berpikir positip dan berinteraksi dengan orang lain
Ø  Berikan jadual aktivitas harian yang terencana untuk klien dengan control impuls yang rendah
Ø  Melakukan terapi kelompok dan terapi kognitif dan perilaku bila diindikasikan.

4.       Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mendapatkan dukungan social
Ø  Informasikan kepada keluarga dan saudara klien bahwa klien membutuhkan dukungan social yang adekuat
Ø  Bersama pasien menulis daftar dukungan sosial yang di punyai termasuk jejaring sosial yang bisa di akses.
Ø  Dorong klien untuk melakukan aktivitas social
5.       Membantu klien mengembangkan mekanisme koping yang positif.
Ø  Mendorong ekspresi marah dan bermusuhan secara asertif
Ø  Lakukan pembatasan pada ruminations tentang percobaan bunuh diri.
Ø  Bantu klien untuk mengetahui faktor predisposisi ‘ apa yang terjadi sebelum anda memiliki pikiran bunuh diri’
Ø  Memfasilitasi uji stress kehidupan dan mekanisme koping
Ø  Explorasi perilaku alternative
Ø  Gunakan modifikasi perilaku yang sesuai
Ø  Bantu klien untuk mengidentifikasi pola piker yang negative dan mengarahkan secara langsung untuk merubahnya yang rasional.
6.      Initiate Health Teaching dan rujukan, jika diindikasikan
Ø  Memberikan pembelajaran yan menyiapkan orang mengatasi stress (relaxation, problem-solving skills).
Ø  Mengajari keluarga technique limit setting
Ø  Mengajari keluarga ekspresi perasaan yang konstruktif
Ø  Intruksikan keluarga dan orang lain untuk mengetahui peningkatan resiko : perubahan perilaku, komunikasi verbal dan nonverbal, menarik diri, tanda depresi.
Dx. 2
Ketidakefektifan Koping Individu
“suatu keadaan ketika individu memperlihatkan gangguan pada perilaku adaptif dan kemampuan menyelesaikan masalah dalam memenuhi peran dan tuntunan hidup”.

Data Pengkajian:
      Gagasan atau perilaku bunuh diri
      Proses mental yang lambat
      Gangguan pikiran
      Perasaan putus asa, tidak ada harapan, dan tidak berharga
      Perasaan bersalah
      Anhedonia (ketidakmampuan untuk merasakan kesenangan)
      Kegelisahan umum atau agitasi
      Gangguan tidur; bangun lebih awal, insomnia atau tidur berlebihan
      Kemarahan atau sikap bermusuhan. (dapat tidak terlihat)
      Berfikir dalam
      Disfungsi seksual: ketertarikan terhadap aktifitas seksual berkurang ; tidak mampu merasakan kesenangan
      Takut terhadap intensitas perasaan
      Ansietas
Kriteria Hasil:
Klien akan:
      Tidak membahayakan diri sendiri
      Terlibat dalam interaksi yang berdasarkan realitas
      Mengekspresikan perasaan secara langsung dengan pesan nonverbal dan verbal yang sesuai
      Mengekspresikan kemarahan dan permusuhan secara langsung dengan cara yang aman
      Memperlihatkan kepatuhan terhadap pengobatan dan pengetahuan tentang obat-obatan, jika ada
      Memperlihatkan peningkatan kemampuan untuk mengatasi ansietas, stres atau frustasi
      Mengidentifikasi dukungan dalam masyarakat

Intervensi Keperawatan:
1.      Sediakan lingkungan yang aman untuk klien.
2.      Kaji secara kontinu potensi klien untuk bunuh diri
3.      Observasi klien dengan ketat , terutama dalam kondisi berikut:
-          Setelah antidepresan mulai meningkatkan mood klien
-          Setelah perubahan perilaku yang diamati dan tiba-tiba (kegembiraan yang mendadak, merasa lega, bebas dari rasa bersalah, atau memberikan barang pribadi)
4.      Waktu di unit tidak terjadwal:
5.      Pada saat jumlah staf di unit terbatas
6.      Luangkan waktu bersama klien
7.      Apabila klien terlihat berfikir dalam, katakana kepadanya bahwa anda akan membicarakan tentang realitas atau tentang perasaan klien, tetapi batasi perhatian yang diberikan terhadap ekspresi berfikir dalam yang berulang.
8.      Pada awanya, tugaskan anggota staf yang sama untuk menangani klien kapan pun memungkinkan.
9.      Ketika mendekati klien, gunakan nada suara sedang.
10.  Hindari terlihat sangat senang
11.  Gunakan teknik dian dan mendengar aktif ketika berinteraksi dengan klien. Biarkan klien mengetahui bahwa anda peduli dan anda menganggap klien sebagai individu yang berharga.
12.  Ketika pertamakali berkomunikasi dengan klien, gunakan kalimat langsung dan sederhana; hindari penggunaan kalimat atau arahan yang kompleks.
13.  Hindari mengajukan banyak pertanyaan kepada klien, terutama pertanyaan yang hanya membutuhkan jawaban singkat.
14.  Duduk dengan nyaman bersama klien dalam kondisi diam. Biarkan klien mengetahui bahwa anda bersedia untuk berbincang-bincang, tetapi tidak mengharuskan klien berbicara.
15.  Izinkan (dan dorong) klien untuk menangis, tetap bersama klien dan dukung klien jika ia menginginkannya dalam hal itu aman dilakukan. 
16.  Jangan memotong interaksi dengan pernyataan atau komentar yang riang (misalnya, “tidak seorangpun benar-benar ingin mati,” atau “anda akan segera merasa lebih baik.”). jangan meremehkan perasaan klien. Terima ungkapan verbal perasaan klien  sebagai sesuatau yang nyata, dan berikan dukungan untuk pengungkapan perasaan ini, terutama ekspresi emosi yang mungkin sulit diterima oleh klien di dalam dirinya (seperti kemarahan)
17.  Dorong klien untuk mengungkapkan perasaan dengan cara apapun yang menrutnya nyaman-baik verbal maupun nonverbal. Biarkan klien mengetahui bahwa anda akan mendengar dan menerima apa yang diekspresikan.
18.  Berintraksi dengan klien tentang topic yang membuatnya merasa nyaman. Jangan menyelidiki ntuk memperoleh informasi.
19.  Ajarkan klien tentang proses penyelesaian masalah: gali pilihan yang mungkin, pelajari konsekuensi setiap alternative, seleksi dan implementasikan suatu alternative, dan evaluasi hasilnya.
20.  Beri umpan balik positif pada setiap langkah proses. Apabila klien tidak puas dengan alternative yang dipilih,bantu klien untuk memilih alternative yang lain.


Rasional:
1.      Keamanan fisik klien merupakan suatu prioritas, banyak barang yang umum dan situasi lingkungan dapat digunakan klien dengan cara destruktif-diri
2.      Klien yang depresi dapat memiliki potensi untuk bunuh diri, yang dapat diekspresikan atau dapat juga tidak, dan yang dapat berubah sejalan dengan waktu. Anda harus tetap menyadari potensi bunuh diri ini pada setiap waktu
3.      Anda harus menyadari aktifitas klien pada setiap waktu ketika terdapat potensi bunuh diri atau mencederai diri sendiri: Resiko bunuh diri meningkat ketika tingkat energi klien ditingkatkan dengan obat, perubahan ini dapat menunjukkan bahwa klien memutuskan untuk melakukan bunuh diri
4.      Resiko bunuh diri meningkat ketika waktu klien tidak terjadwal.
5.      Resiko bunuh diri meningkat ketika observasi terhadap klien berkurang.
6.      Keberadaan anda secara fisik adalah suatu realitas
7.      Meminimalkan perhatian dan penguatan dapat membantu berfikir dalam. Member penguatan untuk orientasi realita dan ekspresi perasaan akan mendorong perilaku tersebut.
8.      Kemampuan klien untuk berespons terhadap orang lain dapat terganggu. Membatasi jumlah kontak yang baru pada awalnya akan memfasilitasi keakraban dan rasa percaya. Akan tetapi, jumlah individu yang berinteraksi dengan klien harus meningkat sesegera mungkin untuk meminimalkan ketergantungan dan memfasilitasi kemampuan klien dalam berkomunikasi dengan berbagai individu.
9.      Dengan terlihat sangat senang dapat mengindikasikan kepada klien bahwa perasaan yang lain tidak dapat diterima-bahwa terlihat senang adalah tujuan atau norma yang diterima.
10.  Keberadaan anda dan penggunaan teknik mendengar aktif akan menunjukan ketertarikan dan kepedulian anda. Klien mungkin ridak berkomunikasi jika anda berbicara terlalu banyak. Sikap diam anda akan memperlihatkanharapan anda bahwa klien akan berkomunikasi dan memperlihatkan penerimaan anda terhadap kesulitan klien dalam berkomunikasi.
11.  Kemampuan klien untuk merasakan dan berespons terhadap stimulus yang kompleks terganggu.
12.  Mengajukan pertanyaan dan mengharapkan hanya jawaban singkat dapat membuat klien malas berkomunikasi atau mengambil tanggung jawab untuk mengekspresikan perasaannya.
13.  Keberadaan Anda dan penggunaan teknik mendengar aktif akan menunjukan ketertasikan dan kepedulian anda. Sikap diam anda akan memperlihatkan harapan anda bahwa klien akan berkomunikasi dan memperlhatkan penerimaan anda terhadap kesulitan klien klien dalam komunikasi.
14.  Menangis adalah cara yang sehat untuk mengekspresikan perasaan sedih, tidak ada harapan, dan putus asa. Klien mungkin tidak merasa nyaman dengan menangis dan mungkin membutuhkan dukungan atau privasi.
15.  Anda mungkin merasa tidak nyaman dengan perasaan tertentu yang klien ekspresikan. Apabila hal ini terjadi, penting bagi anda untuk mengenali hal ini dan mendiskusikannya dengan anggota staf lain, bukan mengomunikasikan rasa tidak nyaman tersebut secaralngsung kepda klien. Menyatakan bahwa perasaan klien tidak tepat atau salah atau meremehkan perasaan kien cenderung menimbulkan bahaya.
16.  Pengungkapan perasaan dapat membantu mengurangi perasaan putus asa, tidak ada harapan, sedih, sebagainya.perasaan tersebut tidak secara tetap dikatakan baik atau buruk . anda harus mempertahankan sikap tidak menghakimi terhadap perasaan klien dan secara langsung mengekspresikannya kepada klien.
17.  Topic yang membuat klien merasa tidak nyaman dan menyelidikinya dapat menjadi ancaman bagi klien dan pada kesempatan awal dapat merusak komunikasi. Ketika rasa percaya terbina, klien dapat didorong untk mendiskusikantopik yang lebih sulit.
18.  Klien mungkin tidak mengetahui metode yang sistematik untuk menyelesaikan masalah. Penggunaan proses penyelesaian masalah yang berhasil memfasilitasi kepercayaan diri klien dalam menggunakan keterampilan koping.
19.  Umpan balik positif pada setiap langkah akan memberikan bayak kesempatan kepada klien untuk mencapai keberhasilan dan mendorongnya untuk tetap menyelesaikan masalah serta meningkatkan kepercayaan diri klien. Klien juga dapat belajar “tetap bertahan” setelah membuat kesalahan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar